Maret 29, 2024

Warning: sprintf(): Too few arguments in /www/wwwroot/pondoksalam.co.id/wp-content/themes/chromenews/lib/breadcrumb-trail/inc/breadcrumbs.php on line 253

Pondoksalam – Dikesempatan ini akan dibahas tentang pengukuran kinerja, tentunya mengukur kinerja karyawan merupakan hal yang umum dilakukan untuk bisa mengetahui bagaimana prestasi karyawan dalam bekerja, tentunya dengan data yang dihasilkan akan mampu mengevaluasi untuk kepentingan perusahaan atau organisasi. Untuk lebih jelasnya sebagai berikut :

Pengertian Pengukuran Kinerja

Pengertian Pengukuran kinerja adalah suatu tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap segala bentuk aktivitas di dalam rantai nilai yang terdapat di sebuah perusahaan.

Pengertian Pengukuran Kinerja

Hasil pengukuran tersebut kemudian dipakai sebagai umpan balik di dalam bentuk suatu tindakan yang efektif juga efisien serta juga akan memberikan informasi tentang/mengenai prestasi pelaksanaan suatu rencana serta juga titik yang mana suatu perusahaan tersebut memerlukan adanya penyesuaian atas aktivitas perencanaan serta pengendalian.


Pengertian Pengukuran Kinerja Menurut Para Ahli

Untuk dapat mengerti lebih dalam lagi mengenai Pengertian pengukuran kinerja ini, maka kita dapat merujuk pada beberapa pendapat para ahli, diantaranya :

Menurut Yuwono (2002)

Pengukuran kinerja ini ialah suatu proses mencatat serta juga mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan atau aktivitas di dalam arah pencapaian misi (mission accomplishment) yakni dengan melalui hasil-hasil yang ditampilkan itu berupa produk, jasa juga proses.


menurut Mahmudi (2010)

Pengukuran kinerja ini ialah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan itu terhadap pencapaian dari tujuan serta juga sasaran yang telah atau sudah ditentukan, termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya di dalam menghasilkan barang atau pun jasa, kualitas barang atau jasa, perbandingan hasil kerja dengan target serta juga efektivitas tindakan di dalam mencapai tujuan.


Jenis Pengukuran Kinerja

Jenis Pengukuran Kinerja

Menurut Hansen dan Mowen (2004), pengukuran kinerja ini kemudian terbagi menjadi dua kelompok, diantaranya tradisional serta kontemporer.

  1. Pengukuran kinerja tradisional ini kemudiana dilakukan dengan membandingkan kinerja aktual itu dengan kinerja yang dianggarkan atau pun juga biaya standar sesuai dengan ciri/karakteristik pertanggungjawabannya.
  2. Pengukuran kinerja kontemporer tersebut menggunakan aktivitas sebagai pondasinya. Ukuran kinerja itu dirancang untuk bisa atau dapat menilai seberapa baik aktivitas itu dilakukan serta dapat/bisa mengidentifikasi apakah telah atau sudah dilakukan perbaikan yang berkesinambungan.

Sistem pengukuran kinerja ini hanyalah suatu mekanisme yang kemudian memperbaiki kemungkinan bahwa organisasi itu kemudian akan mengimplementasikan strateginya itu dengan baik.


Tujuan Pengukuran Kinerja

Pengukuran kinerja ini memiliki tujuan untuk memotivasi karyawan supaya bisa atau dapat mencapai sasaran organisasi serta juga mematuhi standar perilaku yang sudah ditetapkan sebelumnya, supaya  menghasilkan tindakan atau perilaku yang diinginkan oleh suatu organisasi. Pengukuran kinerja dipakai untuk menekan perilaku yang tidak semestinya diinginkan dengan melalui umpan balik hasil kerja, dan juga sebagai landasan di dalam memberikan penghargaan kepada orang yang sudah mencapai atau melebihi tujuan yang ditetapkan.

Menurut Mahmudi (2005), tujuan pengukuran kinerja tersebut diantaranya sebagai berikut:

  1. Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi.
    Penilaian kinerja ini kemudian mempunyai fungsi yakni sebagai tonggak yang menunjukkan tingkat ketercapaian suatu tujuan serta juga menunjukkan atau memperlihatkan apakah organisasi tersebut berjalan sesuai dengan arah atau bahkan menyimpang dari tujuan yang ditetapkan.
  2. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai.
    Penilaian kinerja itu adalah sarana untuk pembelajaran pegawai tentang bagaimana seharusnya mereka bertindak serta juga memberikan dasar di dalam perubahan sikap, perilaku, juga ketrampilan atau pun juga pengetahuan kerja yang harus dimiliki pegawai di dalam mencapai hasil kerja terbaik.
  3. Memperbaiki kinerja periode-periode berikutnya. Penerapan penilaian kinerja di dalam jangka panjang memiliki tujuan untuk dapat membentuk budaya berprestasi di dalam suatu organisasi dengan menciptakan keadaan yangmana tiap-tiap orang di dalam organisasi dituntut untuk berprestasi.
  4. Memberikan pertimbangan yang sistematik itu di dalam pembuatan pemberian penghargaan keputusan, serta hukuman.
    Organisasi yang berkinerja tinggi tersebut berusaha menciptakan suatu sistem penghargaan seperti misalnya seperti kenaikan gaji/tunjangan, promosi atau pun justru juga hukuman seperti penundaan promosi atau pun juga teguran, yang mempunyai/memiliki hubungan yang jelas yakni dengan pengetahuan, ketrampilan serta kontribusi terhadap kinerja organisasi.
  5. Memotivasi pegawai.
    Dengan adanya penilaian kinerja yang dihubungkan yakni dengan manajemen kompensasi, maka pegawai yang berkinerja tinggi atau pun baik tersebut akan memperoleh penghargaan.
  6. Menciptakan akuntabilitas publik.
    Penilaian kinerja itu kemudian menunjukkan seberapa besar kinerja manajerial itu dicapai yang menjadi dasar dari penilaian akuntabilitas. Kinerja itu kemudian harus diukur serta dilaporkan di dalam bentuk sebuah laporan kinerja sebagai bahan di dalam mengevaluasi kinerja organisasi serta  berguna bagi pihak internal atau pun juga eksternal organisasi.

Manfaat Pengukuran Kinerja

Menurut Yuwono dkk (2007), manfaat pengukuran kinerja diantaranya ialah sebagai berikut:

  1. Menelusuri kinerja terhadap harapan para konsumen atau pelanggan sehingga akan membawa perusahaan tersebut lebih dekat kepada para konsumen/pelanggannya serta membuat semua orang di dalam organisasi itu terlibat di dalam upaya untuk memberi kepuasan kepada konsumen/pelanggan.
  2. Memotivasi pegawai di dalam melakukan pelayanan ialah sebagai bagian dari mata rantai pelanggan serta juga pemasok internal.
  3. Mengidentifikasi segala macam pemborosan dan juga mendorong upaya di dalam pengurangan terhadap pemborosan tersebut (reduction of waste).
  4. Membuat suatu sasaran strategis yang biasanyaitu  masih kabur menjadi lebih konkret sehingga akan mempercepat proses pembelajaran organisasi.
  5. Membangun konsensus untuk bisa atau dapat melakukan sebuah perubahan yakni dengan memberi suatu reward atas perilaku yang diharapkan. Uraian manfaat dari pengukuran kinerja itu adalah sudah cukup baik, hanya saja untuk kekurangannya itu belum mengungkapkan manfaat dari pengukuran kinerja tersebut terkait dengan aspek non-market yakni lingkungan serta juga sosial.

Syarat Pengukuran Kinerja

Pengukuran kinerja baik kuantitatif atau pun juga kualitatif itu harus dapat atau bisa menggambarkan tingkat dari pencapaian sasaran serta tujuan organisasi, baik itu tahap perencanaan (ex-ante), kemudian tahap pelaksanaan (on-going), dan juga tahap setelah kegiatan selesai (ex-post). Selain dari itu pengukuran kinerja ini kemudian dipakai untuk dapat meyakinkan bahwa kinerja waktu demi waktu itu sudah menunjukkan kemajuan di dalam rangka mencapai sasaran ataupun tujuan dari suatu organisasi.

Menurut Mutia (2009), terdapat beberapa syarat-syarat yang harus/wajib dipenuhi di dalam pengukuran kinerja, yaitu:

  1. Spesifik dan jelas untuk menghindari kesalahan interpretasi.
  2. Dapat diukur secara obyektif baik itu dengan secara kualitatif ataupun kuantitatif.
  3. Menangani aspek-aspek yang relevan.
  4. Harus penting atau berguna di dalam menunjukkan keberhasilan dari input, output, hasil/outcome, manfaat atau pun juga dampak serta proses.
  5. Fleksibel dan sensitif terhadap perubahan pelaksanaan.
  6. Efektif, di dalam arti datanya itu mudah untuk diperoleh, mudah untuk diolah, dan juga dianalisis dengan biaya yang tersedia.

Selain dari itu menurut Mulyadi (2005), terdapat beberapa syarat lain yang kemudian harus dipenuhi sebelum melakukan pengukuran kinerja, diantaranya sebagai berikut:

  1. Didasarkan pada tiap-tiap aktivitas serta karakteristik organisasi itu sendiri sesuai perspektif pelanggan.
  2. Evaluasi atas segala macam aktivitas menggunakan ukuran-ukuran kinerja yang customer-validated.
  3. Sesuai dengan seluruh aspek dari kinerja aktivitas yang mempengaruhi konsumen/pelanggan, sehingga kemudian akan menghasilkan penilaian yang sangat komprehensif.
    Memberikan umpan balik di dalam membantu seluruh anggota organisasi mengenali masalah-masalah yang terdapat kemungkinan perbaikan.

Indikator Pengukuran Kinerja

Menurut Mutia (2009), mengemukakan bahwa terdapat beberapa indikator di dalam pengukuran kinerja tersebut, diantaranya ialah sebagai berikut:

  1. Indikator kinerja input (masukan), ini merupakan indikator yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan tersebut bisa atau dapat menghasilkan output/keluaran yang ditentukan, misalnya ialah seperti dana, informasi, SDM, dll.
  2. Indikator kinerja output (keluaran), yakni sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu aktivitas atau kegiatan yang berupa fisik atau pun non fisik.
  3. Indikator kinerja outcome (hasil), ini merupakan segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran (output) aktivitas atau kegiatan pada jangka menengah (efek langsung).
  4. Indikator kinerja benefit (manfaat), ini merupakan sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan.
  5. Indikator kinerja impact (dampak), ini merupakan pengaruh yang ditimbulkan baik positif atau pun  negatif pada ditiap-tiap tingkatan indikator dengan berdasarkan asumsi yang sudah ditetapkan.

Ukuran Penilaian Kinerja

Menurut Mulyadi (2005), terdapat beberapa ukuran penilaian kinerja yang bisa atau dapat digunakan untuk menilai kinerja, yaitu:

  1. Ukuran kinerja tunggal. ini merupakan ukuran kinerja yang hanya menggunakan 1 ukuran penilaian. Dalam hal ini, karyawan serta manajemen itu cenderung memusatkan usahanya pada kriteria tersebut serta akan mengabaikan kriteria lainnya.
  2. Ukuran kinerja beragam. ini merupakan ukuran kinerja yang menggunakan segala macam ukuran untuk menilai kinerja. Ukuran kinerja beragam ini adalah cara untuk dapat mengatasi kelemahan kriteria kinerja tunggal. Segala macam aspek kinerja manajer tersebut dicari ukuran kriterianya sehingga manajer diukur kinerjanya yakni dengan berbagai kriteria.
  3. Ukuran kinerja gabungan. Dengan adanya kesadaran beberapa kriteria lebih penting bagi suatu perusahaan dengan secara keseluruhan apabila dibandingkan dengan tujuan lain, maka perusahaan tersebut melakukan pembobotan terhadap ukuran kinerjanya.

Model Sistem Pengukuran Kinerja

Sebuah sistem pengukuran kinerja yang baik ialah dengan serangkaian ukuran kinerja, sebuah proses pengambilan keputusan serta juga metode belajar timbal balik yang membantu di dalam mengelola, mengontrol, merencanakan serta melakukan segala macam aktivitas yang dilakukan di dalam perusahaan. Di dalam merancang suatu sistem pengukuran kinerja tersebut maka kemudian dibutuhkan model yang mampu untuk memotret kinerja itu dengan secara keseluruhan di dalam sebuah organisasi.

Terdapat beberapa model sistem pengukuran kinerja yang sudah atau telah dibuat oleh akademisi ataupun praktisi. Menurut Vanany (2003), model-model sistem pengukuran kinerja tersebut antara lain ialah sebagai berikut:

Balance Scorecard (BSC)

Balance Scorecard (BSC). Sampai pada saat ini Balance Scorecard ini adalah salah satu model yang paling banyak digunakan di dalam  Sistem Pengukuran Kinerja (SPK) baru yang sudah atau telah dikembangkan. Kerangka dari kerja Balance Scorecard ini kemudiana memakai 4 perspektif (pelanggan, proses bisnis internal, finansial,  serta juga proses belajar & pertumbuhan) dengan titik awal strategi yakni sebagai dasar didalam perancangan SPK.


Sustainability Balance Scorecard (SBSC)

Model SBSC ini merupakan perluasan dari model Balance Scorecard yakni dengan dilakukannya penambahan pada aspek lingkungan dan juga sosial. Sustainability Balance Scorecard (SBSC) itu kemudian memperlihatkan hubungan kausal antara kinerja ekonomi, lingkungan serta sosial dari perusahaan.


Cambridge Model

Model Cambridge ini kemudian memakai product group yakni sebagai dasar di dalam mengidentifikasi KPI serta juga dari pengelompokan produk tersebut kemudian dilakukan penentuan dari tujuan bisnis untuk product group-nya.


Integrated Performance Measurement System (IPMS)

Model IPMS ini adalah model SPK yang bertujuan supaya sistem pengukuran kinerja tersebut lebih robust, terintegrasi, efektif serta efesien. Model IPMS ini kemudian menjadikan keinginan stakeholder tersebut menjadi titik awal di dalam melakukan perancangan SPK.


Integrated Environment Performance Measurenment System (IEPMS).

Integrated Environment Performance Measurenment System (IEPMS) ini adalah model sistem pengukuran kinerja yang berkaitan atau berhubungan dengan lingkungan. IEPMS ini menggunakan ukuran-ukuran kuantitatif serta kualitatif yang digunakan dengan secara bersama-sama.


Proses Pengukuran Kinerja

Menurut Mutia (2009), terdapat beberapa langkah yang dilakukan di dalam proses pengukuran kinerja, yaitu:

a. Mendefinisikan misi, penetapan tujuan, sasaran serta strategi perusahaan

Misi ini memiliki tujuan meyakinkan adanya satu kesatuan tujuan didalam suatu perusahaan. Sasaran ini adalah salah satu tujuan organisasi yang sudah atau telah dinyatakan dengan secara eksplisit serta juga diikuti dengan batasan waktu yang jelas. Strategi ini adalah salah satu cara atau teknik yang dipakai organisasi di dalam mencapai tujuan serta juga sasaran.


b. Penetapan dan pengembangan indikator

Indikator kinerja ini adalah sesuatu yang akan dihitung serta diukur dan juga mengacu pada penilaian kinerja dengan secara tidak langsung yakni hal-hal yang sifatnya itu hanya adalah indikasi-indikasi kinerja. Ukuran kinerja ini kemudian mengacu pada penilaian kinerja dengan secara langsung.


c. Pengukuran kinerja dan penilaian hasil pengukuran

Mengukur tingkat ketercapaian tujuan serta sasaran-sasaran organisasi. Apabila kita sudah memiliki indikator serta ukuran kinerja yang jelas, maka pengukuran kinerja tersebut dapat atau bisa diimplementasikan. Mengukur tingkat dari ketercapaian tujuan, sasaran serta strategi ialah  dengan membandingkan hasil aktual itu dengan indikator dan juga ukuran kinerja yang sudah atau telah ditetapkan.


d. Pelaporan hasil-hasil secara formal

Pelaporan dengan secara formal tersebut akan memberikan gambaran kepada si penerima informasi tentang nilai kinerja yang berhasil dicapai suatu organisasi. Informasi capaian kinerja tersebut bisa atau dapat dijadikan:

Sebagai bertanggung jawaban atas hasil yang dicapai, proses yang dilakukan serta sumber daya yang telah atai sidaj dipercayakan untuk dikelola. Hasil dari pengukuran terhadap pencapaian kinerja tersebut kemudian akan dijadikan untuk periode mendatang. Bisa juga dijadikan landasan pemberian reward and punishment terhadap manajer serta anggota dari organisasi.
Sebagai umpan balik. Pengukuran kinerja yang dilakukan pada tiap-tiap periode waktu tertentu itu sangat bermanfaat di dalam menilai tingkat ,kemajuan yang sudah atau telah dicapai organisasi.

Demikianlah penjelasan mengenai Pengertian Pengukuran Kinerja, Model, Jenis, Manfaat, Tujuan, Proses dan Indikator, kami berharap apa yang diuraikan dapat bermanfaat untuk anda. Terima kasih

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *